Thursday, June 14, 2012

Travelling ke Garut

Pernikahanku yang terjadi pada tanggal 18 November 2006, rupanya memberikan pengalaman baru untukku. Bukan saja pengalaman menikah, tetapi juga pengalaman berwisata ke Garut bersama suami tercinta dalam rangka bulan madu. Garut, adalah tanah kelahiran dan tempat suamiku dibesarkan. Jodoh memang misteri. Aku yang tinggal dan besar di Ciputat, Tangerang, berjodoh dengan lelaki asli Garut. Memang, suamiku bekerja di Jakarta, tetapi pertemuan kami sesungguhnya tidak terjadi di Jakarta, melainkan di Bandung. Ajaib tapi nyata, bukan? Itulah jodoh.



Hari Minggu menikah, hari Rabu aku diboyong ke Garut. Bulan madu kami memang hanya ke tanah kelahiran suamiku, karena bagiku, Garut adalah nama dan tempat yang asing. Hanya sekali aku pernah menginjakkan kaki ke sana, yaitu ketika kunjungan keluarga besarku ke keluarga besarnya, sebelum hari pernikahan. Itupun tidak ada acara jalan-jalan. Begitu selesai kunjungan, langsung pulang. Maklum, kami membawa keluarga besar dan tidak ada tempat menginap di Garut. Kalau semuanya menginap di hotel, bisa bangkrut dong.

Hari Rabu, adalah perjalanan bulan madu kami ke Garut. Dari Ciputat, perjalanan ke Garut sungguh mudah. Dari dulu sampai sekarang, ada satu tas yang selalu setia dibawa oleh suamiku, tas gemblong ala backpacker. Sementara aku membawa satu tas besar yang ditenteng. Kami naik ojek ke Ciputat, lalu naik angkot ke Lebak Bulus, kemudian naik bus Ekonomi AC ke Garut. Bagi yang ingin lebih irit lagi, bisa saja naik bus Ekonomi dari terminal Kampung Rambutan. Sebenarnya, selisih harganya tidak jauh, tapi tingkat kenyamanannya berbeda. Kalau naik bus Ekonomi melewati jalur Puncak yang macet. Belum lagi kondisi busnya yang sesak dan panas, plus supir yang suka ugal-ugalan. Sedangkan naik bus Ekonomi AC melewati Tol Cipularang yang lancar jaya, kecuali sedang puncak liburan. Berhubung kami berangkat di hari kerja, otomatis bus yang kami tumpangi pun tidak banyak penumpangnya. Jalanan juga lancar jaya.

Sebagai pemberitahuan, bus Garut selalu penuh setiap weekend dan hari libur besar. Penyebabnya, banyak penumpang tujuan Bandung yang memilih naik bus Garut karena tarifnya lebih murah daripada bus tujuan Bandung. Banyak pekerja dan mahasiswa asal Bandung yang tinggal di Jakarta, lalu setiap weekend dan libur besar, mereka pulang kampung. Jadi, pada hari-hari itu, bus Garut akan penuh sekali sampai berdiri pun susah. Sebaliknya, pada hari kerja, bus Garut relatif kosong, sampai supirnya sering harus menunggu penumpang lebih lama, bisa satu jam.

Jadi, suasana bus yang kosong saat itu benar-benar mendukung bulan madu kami, hehehehe….. Aku dan suami mengambil kursi di tengah-tengah. Kursi di depan, samping, dan belakang kami pun tidak ada yang menempati. Di situlah kami bisa romantis-romantisan tanpa ada yang melirik. AC yang ke luar dari lubang di atas kami, menambah dingin suasana. Kalau busnya kosong, AC jadi bekerja maksimal. Sebaliknya, kalau bus penuh, AC-nya tidak akan terasa dingin saking sesaknya. Suamiku sampai harus menutup salah satu lubang AC agar tidak kedinginan.

Perjalanan ke Garut melalui Tol Cipularang relatif cepat pada hari kerja. Tidak ada kemacetan. Jika dihitung hanya memakan waktu lima jam. Berbeda kalau pergi di hari libur. Kemacetan akan terjadi di beberapa titik perjalanan, sehingga waktunya molor menjadi tujuh jam. Tapi kalau libur lebaran, kemacetannya bisa lebih parah. Perjalanan Jakarta-Garut yang normalnya hanya lima jam, bisa menjadi dua belas jam. Alias, seharian di perjalanan.

Kemacetan yang biasa terjadi adalah di wilayah Nagreg. Saking terkenalnya sebagai titik kemacetan terparah, Nagreg selalu menjadi bahan pemberitaan saat lebaran. Kemacetan terjadi karena adanya persimpangan rel kereta api dan jalan dua arah; Garut dan Tasikmalaya. Jadi, kendaraan dari Garut dan Tasikmalaya bertemu di persimpangan itu, yang juga di tengahnya ada rel kereta api yang aktif dilewati oleh kereta api. Ditambah lagi, jalan Nagreg tidak lebar, hanya dapat dilewati dua kendaraan bolak-balik. Jalan Nagreg juga berkelok-kelok dan curam, sehingga apabila tidak berhati-hati, bisa terjadi kecelakaan. Saat di bus, sering kali aku berzikir ketika melewati Nagreg, khawatir busnya oleng karena jalanan yang berkelok-kelok dan sempit. Apalagi kalau supirnya memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi karena jalanan sedang sepi. Bisa dibayangkan bagaimana macetnya Nagreg saat libur lebaran.

Sejak Agustus 2011, jalan lingkar Nagreg dioperasikan, sehingga dapat menekan kemacetan. Jalan itu justru relatif sepi. Jadi kini, jalan Nagreg hanya satu arah. Pengendara dari arah Garut, menggunakan jalan lingkar Nagreg. Memasuki Nagreg, pemandangan alam Garut yang indah, mulai terlihat. Inilah pemandangan Indonesia yang sebenarnya, alami dan indah. Dengan perbukitan dan pegunungan yang hijau di kanan-kiri jalan. Dan ketika memasuki Jalan Kadungora, lalu lalang kendaraan yang ditarik dengan kuda, atau disebut juga delman, mulai terlihat. Membawa kita ke masa dulu, saat kuda masih menjadi alat transportasi nomor satu.

Sampai di Garut, dengan tujuan ke rumah orang tua suamiku, kami turun di depan SMK, lalu naik angkot ke arah Situ Bagendit. Sebenarnya ada dua pilihan transportasi; angkutan kota dan delman. Berhubung sudah capai, kami sepakat naik angkot dulu. Tidak sampai sepuluh menit, sudah tiba persis di depan rumah orang tua suamiku yang memang berada di tepi jalan raya.

Air di Garut sangat dingin, karena berasal dari air pegunungan…. Pertama kali mandi rumah suamiku, aku sampai menggigil dan tak bisa bergerak di kamar mandi. Airnya sedingin air es dari kulkas. Tak dapat dibayangkan aku mandi dengan air sedingin itu. Suamiku pun, yang sudah jarang pulang ke Garut, langsung terserang batuk pilek karena alergi dingin. Lucu juga ya. Suamiku yang sejak kecil sampai SMA tinggal di Garut saja bisa langsung sakit begitu. Suamiku kuliah di Bandung, lalu kerja di Jakarta, dan hanya pulang ke Garut seminggu sekali. Ketika bekerja di Jakarta, paling-paling ia pulang sebulan sekali, karena hari libur pun kadang masih kerja. Jadi, lama-lama tubuhnya terbiasa dengan udara panas Jakarta dan kaget begitu menyentuh udara dingin di Garut.

Malam hari di Garut sangaaaat dingin. Semua anggota keluarga dapat dipastikan memakai jaket. Tidak ada kipas angin, apalagi AC. Kedua benda elektronik itu agaknya tidak laku di Garut. Kami tidur dengan berselimut tebal. Biasanya di Jakarta aku jarang bahkan tidak pernah pakai selimut. Yang kunamakan selimut itu kain sarung ayahku yang sudah tidak dipakai lagi untuk salat. Nah, di Garut, yang namanya selimut itu ya selimut tebal. Seumur-umur, baru setelah menikahlah aku punya selimut tebal seperti itu, hehehe….. Sementara semua kamar di rumah mertuaku, dapat dipastikan akan ada selimut tebal itu. Suamiku saja sampai memakai dua selimut saking dinginnya udara malam Garut.

Lusa, setelah sehari menikmati bulan madu di rumah saja, kami memulai jalan-jalan bulan madu. Tidak usah jauh-jauh dan mahal-mahal. Semua pemandangan di Garut, layak untuk dinikmati. Delman lalu lalang di depan rumah mertua. Supaya lebih terasa agenda wisatanya, lebih enak jalan-jalan naik delman. Di Garut, angkot dan kendaraan pribadi, harus mengalah dengan delman yang jalannya lebih lambat. Tapi itu sudah biasa bagi warga Garut. Mereka sabar berjalan di belakang delman, apabila jalan di sebelahnya sedang padat. Tak ada bunyi klakson bersahutan, yang memaksa kuda berjalan lebih cepat. Yang ada nanti malah kudanya syok dan berlari tak keruan.

Delman Domba di Alun-Alun Garut
Berhubung itu hari Jumat, suamiku salat dulu di Masjid Agung, Garut, masjid terbesar di Garut yang juga menjadi tempat wisata keluarga setiap hari Jumat dan Minggu. Hari Jumat, sebelum dan sesudah salat Jumat, pedagang makanan dan aksesoris, mengelilingi kawasan Masjid Agung. Makanan khas Garut yang bisa dijumpai di sekitar Masjid Agung, adalah Es Goyobod, Lotek, juga makanan yang mudah ditemui di Jakarta, seperti bakso, siomay, es kelapa muda, gorengan, dan lain-lain. Saat salat Jumat, semua menghentikan aktivitas jual belinya, kecuali ibu-ibu yang tidak ikut salat.

Hari Minggu, aktivitas di Masjid Agung ini juga ramai sejak pagi hari. Ada berbagai permainan anak-anak yang memenuhi alun-alun di sebelah Masjid Agung. Permainan lain, mungkin bisa ditemukan di Jakarta, seperti odong-odong, kereta-keretaan, becak-becakan, dan sepeda motor kecil. Tetapi, yang satu ini hanya bisa ditemukan di alun-alun Garut, delman yang ditarik oleh domba Garut! Dombanya pun tidak sembarangan. Domba bandot dengan sepasang tanduk yang indah, bulu bagus dan terawat, serta badan gemuk. Harga domba jenis ini jauh lebih mahal daripada domba biasa.


Jalan-jalan ke Garut, jangan lupakan danau Situ Bagendit, wisata Garut yang juga murah meriah. Saat mendatanginya pertama kali, harga tiket masuknya hanya Rp 3 Ribu. Murah meriaaaah…. Di dalamnya banyak permainan seperti yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah, seperti perahu angsa. Yang paling alami adalah perahu getek, menggunakan perahu dari bambu dan dikayuh dengan bambu juga. Benar-benar Paling Indonesia. Di atas perahu getek, juga disediakan minuman panas dan kepala muda, bagi yang berminat. Menyusuri danau Situ Bagendit yang legendaris, menggunakan perahu getek, menciptakan nuansa bulan madu yang menyenangkan. Ada cerita legenda di balik terbentuknya danau Situ Bagendit, sebagaimana kawasan wisata lainnya di Indonesia yang juga dilatarbelakangi cerita legenda, misalnya saja Tangkuban Perahu atau Danau Toba. Boleh percaya, boleh tidak.


Danau Situ Bagendit, natural dan eksotis

Daaaan… tempat romantis lainnya yang perlu dikunjungi saat berwisata ke Garut, dengan harga tiket masuk murah meriah, adalah pemandian air panas Cipanas. Paling enak memang mandi dengan air panas, karena air di Garut super dingin. Pemandian air panas itu, sumber airnya juga dari pegunungan di Garut yang masih aktif. Di Garut, memang banyak terdapat pegunungan, termasuk pegunungan yang masih aktif. Kolam-kolam pemandian air panas, banyak terdapat di daerah Cipanas, Tarogong, Garut. Rata-rata harga tiket masuknya relatif murah dan terjangkau, meski tentu harga makanan dan minumannya dua kali lipat daripada harga biasanya. Namanya juga di daerah wisata.

Ada kolam renang besar yang digunakan beramai-ramai, ada juga kolam pribadi di dalam kamar tertutup, maksimal hanya boleh digunakan oleh dua orang dewasa. Airnya mengandung belerang, yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit. Namun, bila menggunakan kolam tertutup, tidak boleh lama-lama karena bisa pingsan. Maksimal 15 menit.


Kolam renang air panas di pemandian air panas, Garut

Masih ada banyak lagi, obyek wisata di Garut yang menarik untuk dikunjungi.Alamnya masih murni, belum banyak terkontaminasi polusi. Obyek wisatanya pun natural, bukan buatan. Pulang dari Garut, jangan lupa membawa oleh-oleh dodol Garut yang terkenal sampai ke mancanegara.




9 comments:

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...